Bunga di taman yang indah. Dilihat dari berbagai mata yang memandang, baik kamu ataupun orang lain. Kau bilang aku ini bunya di taman itu, menarik bagimu. Kau jatuh dalam lautan warnaku dan auraku. Kau bilang hanya aku bunya yang dapat kau hinggapi. Kau bilang kau hanya ingin memetikku saja. Pendusta. Seperti dulu.
Saat aku berharap hanya kamu yang datang dan memetikku, kau malah pergi memandang warna lain dalam kerajaan pohonku. Memandang bunga yang ada jauh diatas sana, dekat pucuk, sangat indah menarik perhatian. Aku sudah menghentikan petana untuk tidak memetikku terlebih dahulu sebelum kamu. Sudah ku usir ulat dan kumbang yang hinggap. Hingga tiada daya lagi untukku, hanya untukmu. Termasuk berlian itu, kau tahu? Kemarin aku di beri berlian. Namun tak ku terima. Kemarin aku diberi emas.Namun tak ku terima. Seorang raja pun datang kepadaku dan ingin menjadikan aku perhiasan terindah untuk anaknya, sang Pangeran. Tak kuterima karena ku mengharapkanmu.
Aku menunggumu.
Satu tahun.
Dua tahun.
Sampai akarku tak dapat menopang tubuhku yang mulai layu. Demi kau. Tak tega hati kaumembiarkanku menunggu. Sampai tiba disaat kau berkata bahwa kau tak pantas untukku. Kau beri aku sejuta harapan, untuk bersamamu. Namun kau acuhkan saja seolah kau tak pantas dan kau orang melarat di dunia ini. "Tak pantas aku mendapatkan bunga seperti dirimu" begitu yang kau lontarkan dari mulut busukmu. Hey, ku sudah singkirkan bunga di pucuk sana. Agar kau bisa puas melihat dirikku saja.
Kau tega.
Ditengah berkecamuknya rasa, malam di bulan November.
Salam, Pembencimu.
Komentar
Posting Komentar